![]() |
James Tuuk |
Manado – Arah pembangunan di bumi nyiur
Melambai dengan memanfaatkan ruang dan wilayah telah diatur lewat Peraturan
Daerah (perda) nomor 1 tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT-RW) Provinsi Sulut tahun 2014-2034.
Menariknya, payung hukum itu bakal dimentahkan
dengan hadirnya peraturan baru yakni Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) yang sementara digodok DPRD Sulut dalam bentuk
Rancangan Peraturan Daerah untuk kemudian ditetapkan menjadi Perda. Indikasi
kearah itu cukup kentara jika menilik isi Perda RTRW.
Dimana, pemanfaatan ruang untuk pertambangan
diatur secara terpisah dengan pemanfaatan ruang/wilayah untuk daerah pantai,
pesisir dan pulau besar maupun kecil. Terbukti, regulasi untuk pertambangan
diatur dalam pasal 53 dan pasal 89 sedangkan untuk wilayah pesisir dan pulau
kecil dijabarkan tersendiri dalam pasal 80 dan pasal 88. Disisi lain, dokumen
naskah akademik Ranperda secara jelas mengakomodir adanya peluang sektor
pertambangan untuk dikembangkan di wilayah pesisir maupun pulau-pulau kecil,
dan dikuatirkan menjadi celah bagi pihak investor untuk mengembangkan
pertambangan, sekaligus menjadi boomerang atas kebijakan Gubernur Olly
Dondokambey dan Wakil Gubernur Steven Kandouw yang belum berniat memprioritaskan
sektor pertambangan.
Kendati begitu, Anggota komisi I DPRD Sulut
dari Fraksi PDI Perjuangan, Jems Tuuk saat dimintai tanggapan Selasa (29/3/2016),
mengakui pentingnya kehadiran Perda RZWP3K.
“Pak gubenur menyampaikan belum
memprioritaskan, bukan tidak memprioritaskan. Jadi beda, kalau tidak berarti
tidak sama sekali. Sekarang apa korelasi dengan pasus (RZWP3K,red)?. Sekarang
kita tanya, dipulau Bangka, ada investor yang lagi keberja disana. Sekarang
pertanyaannya, sudah ada perda zonasi atau perusahaan itu masuk atau saat
pemerintah yang lama mengijinkannya. Ada aturan tidak, yang kita tahu Pulau
Bangka adalah daerah konservasi. Jadi, saya sangat mendukung apa yang
disampaikan gubernur, ditata dulu aturannya baru berbicara layak atau tidak,”
tegas Tuuk seraya menyesalkan kebijakan yang mengeluarkan dirinya dari pansus
RZWP3K.
Lanjut dijelaskannya, RZWP3K bukan menjadi
ancaman bagi komitmen gubernur dan wakil gubernur.
”Payung hukumnya apa? Jika pak gubernur
mengijinkan tambang masuk didaerah kepulauan, payung hukumnya apa? Mesti ada
dulu payung hukumnya baru kebijakan, bukan kebijakan dulu baru payung hukum
dibelakang. Jangan jadi seperti Pulau Bangka sebagai daerah konservasi.
Harusnya ada penataan mana yang bisa digarap dan mana yang tidak bisa. Imbasnya
sekarang ini jadi kabur,” sesalnya.
Disentil soal Perda RTRW, Tuuk berkilah bahwa
RTRW tidak berbicara soal dasar hukum.
“Kalau dia berbicara soal dasar hukum yang
diijinkan/ diamantkan undang-undang yaitu daerah tingkat II yang mengatur
misalnya, dasar hukum dari teman-teman di Kabupaten Minut ada tau tidak? Kalau
ada itu tentu perlu pengkajian. Kalau dia punya dasar hukum, katakanlah MInut
mengeluarkan dasar hukum, kenapa terjadi pengrusakan di daerah konservasi pulau
Bangka. Kita bisa bertanya dan kiba bisa perdebatkan hal itu,” ujar Tuuk.
Diingatkannya, jangan salah pengertian jika
pak Gubernur anti tambang atau pro tambang. Menurutnya, Gubernur akan masuk ke
ranah pertambangan kalau perda zonasi sudah ada.
“Saya yakin, apa yang dikeluarkan oleh pemerintah
dan dewan dalam menyusun perda, itu akan dilakukan dengan pengkajian-pengkajian
yang baik,” tuturnya.
Ditambahkannya, Perda RTRW harus diperkuat
dengan Perda Zonasi, sehingga pak Gubernur mengambil langkah, ada ada dasar
hukum.
“Jangan seperti yang dulu-dulu, tu hukum dia
ja beking sandiri, dia ja cocok-cocokkan, Itukan tidak boleh!. Menurut saya pak
gubernur sekarang sangat bagus, membangun dengan strategi bagus, semua pake
dasar hukum,” pungkas legislator dari daerah pemilihan Bolmong Raya itu.(jRm/jp)
Social Plugin